Bye, Bali! Sampai Jumpa Lagi.

Bulan madu saya selama 3,5 tahun di Bali sudah selesai, saatnya berpindah.

pribadi

Saat saya menuliskan artikel ini, posisi saya sudah berada di kota Ankara, Turki. Sedang bersantai di balkon hotel, menikmati udara sejuk, dan sinar mentari kawasan Mediterania. Saya berada di kota ini untuk mengurus visa untuk tinggal di Estonia. Ya, akhirnya setelah pertama kali mengenal Estonia dan membangun bisnis di sana secara jarak jauh pada tahun 2017, sekarang saya memutuskan untuk berpindah ke sana.

Terbang di atas Ankara

Kilas balik ke tahun 2018, ini adalah tahun di mana saya dan istri memutuskan untuk pindah dari Tangerang Selatan. Sudah merasa bosan dan sumpek tinggal di wilayah seputaran Jakarta, kami pun memutuskan untuk hidup lebih lambat jauh dari hiruk pikuk ibukota. Pulau Bali menjadi pilihan. Setahun sekali dari semenjak menikah tahun 2014, selalu berlibur ke Bali. Akhirnya malah jatuh cinta dengan pulau tersebut.

Saat itu saya berkata ke istri, “Setelah Jakarta, sekarang kita menuju ke Bali untuk slow life. Setelah Bali, tujuan berikutnya Estonia atau Finland. Kalau ternyata tidak kesampaian dalam 5 tahun, ya kita menetap di Bali saja. Beli rumah dan membangun bisnis dari sana.” Istri pun setuju dengan rencana tersebut. Kenapa targetnya dua negara tersebut? Lagi-lagi cinta pada pandangan pertama setelah sempat berkunjung ke kedua negara tersebut di tahun 2017.

Pandemi Covid-19 mengubah segalanya

Tahun 2020, tahun yang memaksa saya untuk keluar dari zona nyaman (lagi). Bisnis di Tanibox bergoyang. Beberapa klien putus kontrak akibat pandemi dan hanya menyisakan 1 klien saja dari Portugal. Selain itu investasi di kebun jagung seluas 7 hektar juga mengalami kegagalan. Untuk kebun jagung, ini adalah kombinasi pandemi dan salah memilih partner kerjasama. Beruntungnya di luar Tanibox, saya kadang masih menerima proyek pembuatan web dan app. Jadi arus kas keluarga masih lumayan aman.

Tapi saya dan istri merasa akan sulit maju di tengah pandemi yang tidak menentu dan tampaknya akan lama ini, jika kami masih menetap di Bali. Untuk mendapatkan hasil yang berbeda, tentu membutuhkan cara yang berbeda pula. Permasalahannya, kembali ke Jakarta bukan lah opsi untuk kami berdua. Kami sudah malas untuk kembali tinggal di sana.

Maka opsi satu-satunya adalah pindah ke Eropa dengan pertimbangan kami sudah ada bisnis di sana yang bisa dimaksimalkan jika posisinya sudah pindah ke sana. Karena sejauh ini pun klien kami baik itu Tanibox atau dari bisnis konsultan web/app development juga kebanyakan dari Eropa. Maka itu menjadi opsi yang masuk akal untuk kami. Akhirnya saya berkata ke istri, “Kita coba tetapkan deadline. September 2021 harus sudah ada kejelasan kita mau pindah ke mana. Kalau September tidak ada kejelasan, kita cari opsi alternatif lain.”

Saya dan istri pun mulai berhitung, bagaimana caranya pindah antara ke Finland atau Estonia. Ada 3 opsi:

  • Pindah sebagai entrepreneur. Tapi ternyata setelah dihitung dan dibaca aneka persyaratannya. Sepertinya akan sangat mahal dan ribet. Karena semua biaya harus ditanggung sendiri semua.
  • Pindah dengan cara sekolah lagi. Ini saya tidak yakin, karena mengejar akademis bukan lah saya banget. Ini pun opsi mahal, karena persiapan untuk sekolah lagi juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
  • Pindah dengan cara mencari kerja sebagai karyawan. Akhirnya ini saya jadikan opsi yang paling masuk akal. Saya harus mencari perusahaan yang mau mensponsori saya untuk relokasi.

Berburu pekerjaan

Saya pun mulai memoles CV dan LinkedIn saya. Bahkan di tengah masa pencarian pekerjaan ke luar negeri ini, saya sempat mengambil tawaran untuk menjadi Tech Lead di sebuah startup di Jakarta. Pertimbangan saya saat itu, karena pekerjaannya bisa dikerjakan secara full remote dari Bali dan lumayan untuk tambahan pengalaman di CV.

Lima bulan setelah saya terima tawaran sebagai Tech Lead, startup di Jakarta tersebut mulai bergoyang dari sisi keuangan. Banyak karyawan di-PHK dan akhirnya banyak juga karyawan yang memilih untuk mengundurkan diri. Termasuk saya.

Mungkin memang sudah jalannya harus pindah ke luar negeri. Satu minggu setelah saya mengundurkan diri, saya mendapat undangan wawancara dari perusahaan di Belanda dan Estonia. Yang di Belanda saya gagal di wawancara kedua, tetapi yang di Estonia malah berlanjut terus hingga 4 kali wawancara dan akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai Full-Stack Software Engineer di Jobbatical. Secara keseluruhan hanya membutuhkan waktu 1 bulan dari wawancara pertama hingga saya mulai masuk hari pertama.

Saat wawancara, saya dari awal mengatakan, “Walaupun pekerjaan ini bisa remote dari Indonesia tapi saya berkeinginan untuk direlokasi ke Estonia.” Ternyata disetujui. Tidak tanggung-tanggung, semua biaya relokasi disponsori termasuk biaya relokasi istri dan 2 kucing kami.

Bahkan saat wawancara terakhir dengan HR, saya bertanya, “Saya juga ada perusahaan di Estonia, apakah saya masih boleh mengurus bisnis saya?” Malah dijawab, “Kami sangat mendukung entrepreneurship selama tidak berkompetisi dengan Jobbatical. Saya sendiri selain jadi HR di sini, juga punya startup sendiri.”

Jadi, ya ini lah saya sekarang. Setelah 3 bulan bekerja secara remote untuk Jobbatical, sekarang saya direlokasi ke Estonia.

Suksma, Bali!

Sunset di Bali

Jadi, sampai bertemu lagi Bali di lain waktu. Tempat yang memang cocok untuk merasakan slow life. Tetapi sayangnya situasi saat ini tidak memungkinkan untuk berlama-lama tinggal di Bali. Terima kasih untuk 3,5 tahun terakhir yang seperti roller-coaster, dan untungnya selalu ada pantai dan gunung yang bisa menjadi tempat penyegaran pikiran.